Jumat, 27 April 2018

KEHIDUPAN : KOSONG

Beberapa hari ini ketika berkutat membuat sebuah buku petunjuk (mari kita sebut konstruk) untuk murid, saya menemukan hal yang menarik. Saat sedang asyik menyusun materi, ada beberapa murid yang mendekat dan bertanya :
 
"Miss bikin apa?"

"Hayo tebak?" Kadang saya suka iseng balik bertanya.

Dan jawaban yang mereka beri pun beragam. Awalnya saya berpikir, masa mereka gak tahu sih ini benda A. Hal itu terulang selama beberapa hari. Hingga malam ini, ketika saya iseng membuat sesuatu, saya mendapatkan jawabannya.
Konstruk yang mereka lihat baru separuh jadi, jelas saja mereka menebak sesuai imajinasi mereka masing-masing. Sedangkan saya yang memang membuatnya dari awal, sudah tahu akan jadi seperti apa konstruknya nanti.

Ketika konstruk telah jadi, ada beberapa murid yang juga salah menebak. Ini juga bisa dimaklumi. Anak kecil, belum memiliki banyak pengalaman hidup. Hal itu tentu saja membuat mereka memiliki keterbatasan dalam mencerna suatu hal. Mereka kembali lagi akan menjawabnya sesuai dengan imajinasi yang mereka miliki. Ya ini gak berlaku buat anak kecil aja sih, orang dewasa pun bisa mengalami hal yang sama. Contohnya, saya yang lahir dan besar di Papua, tahu apa itu buah matoa. Teman saya yang lahir dan besar di Jawa, belum tentu tahu matoa itu apa meskipun saya menggambarkan atau mendeskripsikannya secara detail. Bisa jadi mereka menebak buah lain sesuai dengan imajinasi mereka masing-masing.



Sama seperti kehidupan, kadang kita suka mengimajinasikan hal yang dilakukan orang lain yang bisa saja bukan seperti itu adanya. Karena kita hanya melihat dari sisi kita, boleh jadi apa yang orang lain alami dan lewati berbeda atau bahkan belum kita lalui.

Malam ini setelah merenungkan pertanyaan murid-murid tentang "Miss bikin apa?", saya belajar hal baru.

Minggu, 01 April 2018

MENIKAH : BERBAGI

Mungkin karena sudah masanya, sekarang setiap membuka facebook sering melihat update-an tentang tugas isteri dan suami. Beberapa teman me-repost-nya dengan tujuan bercanda, beberapa yang lain dengan maksud menyindir suami atau siteri sendiri. Saya juga ikut-ikutan meneruskan hal itu sebagai 'lucu-lucu-an' saja ke Mas Beruang. Dan dia menanggapinya dengan tertawa. Contohnya, salah satu update-an tentang isteri yang repot mengurus semua hal sementara suami hanya ngopi-tidur-makan-mainan hp. Kadang Mas Beruang menimpali dengan 'wah enak ya jadi aku'. Tapi hanya sebatas itu, karena kenyataannya dia tetap ikut membantu mengurus rumah dan dengan senang hati menawarkan bantuan ketika melihat saya kelelahan.

"Kan suamimu pengertian. Kamu juga kerja, makanya enak".

Aamiin.
Alhamdulillah kalau memang suami saya pengertian. Tapi apa hanya suami saya saja? Enggak kok. Beberapa suami teman saya pun berlaku yang sama. Mungkin selama ini berita yang kita konsumsi isinya hanya negatif saja makanya pikiran pun terbawa hal negatif.

Balik lagi, semisal pun suami tidak peka atau pengertian. Cobalah minta bantuan dengan lemah lembut dan berterima kasih setelahnya. Saya tipikal yang selalu ingin rumah bersih, Mas Beruang sering membantu cuci piring setelah makan. Hanya saja dia kadang lupa untuk membersihkan wastafel setelahnya. Kesel? Awalnya iya tetapi saya coba menempatkan diri, dia mungkin tidak terbiasa bekerja seperti wanita atau seperti saya yang semuanya langsung dibersihkan. Apa yang saya lakukan? Tarik napas, peluk Mas Beruang lalu berterimakasih. Kemudian membersihkan wastafel sambil bergurau,"kalau habis cuci piring, boleh loh sekalian wastafelnya dibersihin dari sisa sabun biar makin bahagia lihatnya". Kalau sudah begitu Mas Beruang kadang hanya tertawa. Apa besoknya langsung dia lakukan? Tidak juga. Jika begitu, kadang akan saya bahas pelan-pelan ketika kita lagi santai ngobrol berdua. Saya sampaikan apa yang saya inginkan.

Tapi, tidak semua berjalan sesuai keinginan. Pun begitu kepada saya. Ada beberapa hal yang Mas Beruang inginkan, belum bisa saya ubah. Itulah pernikahan.

Lantas apa itu jadi alasan untuk kita selalu berpikir negatif ke pasangan dan membandingkannya dengan orang lain? Tentu tidak.

Dia yang menjadi pasangan kita harusnya menjadi tempat berbagi. Dan jika kita ingin berbagi, kita harus punya rasa bersyukur dan legowo.

Saya belajar banyak dari Mas Beruang. Saya bisa menjadi isteri seperti sekarang ini pun karena dia. Kita sama-sama saling mengisi.

Apa Mas Beruang sempurna? Tentu tidak. Tetapi saya memilih untuk menyembunyikan kekurangannya. Bukan karena mau sombong ke orang lain tetapi lebih kepada menjaga aib keluarga.
Saya berpikir untuk berbagi kebahagiaan dan pengalaman kami menikah pun lebih karena lelah melihat banyak tulisan negatif tentang pernikahan. Padahal sebenarnya dibelahan dunia lain banyak sekali kebahagiaan pernikahan lainnya.